Selasa, 20 Mei 2014

Makalah Kekerasan Seksual Terhadap Anak TK di Jakarta International School (JIS)




Kekerasan Seksual Terhadap Anak Taman Kanak-kanak (TK) di Jakarta International School (JIS)

Tindak kejahatan dewasa ini semakin marak terjadi. Masyarakat diresahkan oleh tindak kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Salah satu korbannya adalah anak-anak di bawah umur. Tindak kejahatan yang akan dibahas pada makalah ini adalah tindak kejahatan pelecehan seksual.
Menurut psikiater internasional, Terry E. Lawson, ada empat jenis atau bentuk kekerasan yaitu kekerasan emosional (emotional abuse), yaitu terjadi ketika orang tua atau pengasuh mengabaikan anak setelah mengetahui ia meminta perhatian. Anak dibiarkan lapar karena orang tua terlalu sibuk dan tak mau diganggu. Kekerasan verbal (verbal abuse), yaitu terjadi ketika orang tua atau pengasuh menyuruh anak diam atau tidak menangis setelah mengetahui ia meminta sesuatu dan meminta perhatian. Jika anak mulai bicara, orang tua terus-menerus melakukan kekerasan verbal dan berkata kasar. Kekerasan fisik (physical abuse), yaitu terjadi ketika orang tua atau pengasuh mencelakakan fisik seperti memukul, menjewer atau mencubit anak. Kekerasan seksual (sexual abuse), biasanya tidak terjadi selama 18 bulan pertama kehidupan. Eksploitasi seksual pada anak adalah ketergantungan. Kekerasan seksual lebih kepada pelecehan seksual pada anak.
Rumah dan sekolah adalah merupakan tempat bagi anak-anak paling banyak melewati waktunya sehari-hari. Di tempat-tempat inilah anak-anak semestinya tidak memperoleh tindak kekerasan khususnya tindak kekerasan asusila. Namun, kenyataannya tidaklah demikian. Hal ini tampaknya tidak terlepas dari kenyataan lain bahwa rumah dan sekolah adalah tempat anak-anak memperoleh pendidikan dan dibentuk serta disiapkan untuk menjadi warga masyarakat yang dapat diterima oleh masyarakatnya, dan di situlah mereka mengalami proses pendisiplinan, yang kadang-kadang berubah menjadi tindak kekerasan yang tidak pada tempatnya.
Kasus pelecehan seksual yang terjadi pada siswa TK JIS mengundang kecaman dari berbagai pihak. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat anak-anak memperoleh pendidikan menjadi tempat tindak kejahatan yang seharusnya tidak pantas diterima oleh anak-anak, terlebih anak-anak di bawah umur.
 Permasalahan
1.      Apakah arti pelecehan seksual terhadap anak?
2.      Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya tindak kejahatan pelecehan seksual?
3.      Atas dasar apa seseorang dapat melakukan tindakan pelecehan tersebut?
4.      Apa faktor yang dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan tindakan pelecehan tersebut?
Penganiayaan anak atau pelecehan anak adalah tindakan yang merugikan anak-anak baik secara fisik maupun psikologis. Penganiayaan anak berasal dari banyak faktor, termasuk variabel sosial budaya serta karakteristik dari orang-orang yang terlibat dalam perilaku dan karakteristik dari anak-anak mereka membahayakan tersebut.
            Agresi adalah perilaku yang diarahkan dengan tujuan merugikan makhluk hidup lainnya.
Penentu agresi manusia ada tiga yaitu sosial, personal, situasional.
  
 Penentu sosial agresi:
- Frustrasi
frustasi merupakan penyebab agresi. Hipotesis frustrasi-agresi ini dibuat menjadi  dua pernyataan, yaitu: (a) frustrasi selalu mengarah ke beberapa bentuk agresi, dan (b) agresi selalu berasal dari frustrasi. Orang yang frustasi selalu terlibat dalam beberapa jenis agresi dan bahwa semua tindakan agresi, pada gilirannya, hasil dari frustrasi.
- Provokasi
Provokasi: tindakan oleh orang lain yang cenderung memicu agresi si penerima, sering kali karena mereka dianggap berasal dari niat jahat.
- Kekerasan Media
Paparan kekerasan di media mungkin memang menjadi salah satu faktor yang berkontribusi terhadap tingginya tingkat kekerasan di negara-negara karena dipandang oleh sejumlah  besar orang.
-Gairah
Dalam beberapa kondisi, gairah yang tinggi adalah sumber yang dapat meningkatkan agresi dalam menanggapi provokasi, frustrasi, atau faktor lainnya.
Penentu agresi personal:
- Tipe A pola perilaku yaitu pola yang terutama terdiri dari tingkat daya saing yang tinggi, waktu urgensi dan permusuhan. Pola perilaku B yaitu pola yang terdiri dari tidak adanya karakteristik yang terkait dengan Tipe A pola perilaku. Tipe A akan cenderung lebih agresif daripada Tipe B di banyak situasi.
- Perbedaan gender yaitu laki-laki lebih agresif secara keseluruhan perempuan, namun perbedaan ini cenderung menghilang dalam menghadapi provokasi yang kuat. Pria lebih cenderung menggunakan bentuk-bentuk agresi langsung, tapi perempuan lebih mungkin untuk menggunakan bentuk-bentuk agresi tidak langsung.

Penentu situasional agresi:
- Pengaruh suhu tinggi dan konsumsi alkohol yaitu suhu tinggi cenderung meningkatkan agresi, tetapi hanya sampai titik tertentu. Selain tingkat tertentu, agresi menurun karena suhu meningkat. Mengkonsumsi alkohol dapat meningkatkan agresi, tampaknya, pada individu yang biasanya menunjukkan rendahnya tingkat agresi.
Pada dasarnya seseorang yang melakukan tindakan pelecehan seksual adalah orang yang memiliki tindakan agresi karena tindakan agresi merugikan orang lainnya. Orang yang melakukan tindakan agresi tersebut dapat di pengaruhi oleh factor frustasi, provokasi dari pihak lain, dan gairah.
Metode penelitian pada makalah ini adalah studi kasus karena hanya membahas kasus kekerasan seksual pada anak-anak di Jakarta International School (JIS) saja. Psikolog dan pemerhati anak,
Menurut Seto Mulyadi mengatakan, peristiwa semacam ini bisa terjadi akibat trauma masa lalu pelaku sodomi. Seto Mulyadi mengatakan bahwa melakukan sodomi merupakan bagian dari perilaku penyimpangan seksual. Bisa terjadi karena trauma masa lalu si pelaku. Seto Mulyadi menambahkan bahwa masalah yang bisa menyebabkan seseorang melakukan tindakan sodomi, bisa karena di masa lalunya dia adalah korban kekerasan atau pelecehan seksual.
Menurut Dr. Asrorun Niam Sholeh, Ketua Divisi Sosialisasi Ketua Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), menyebut beberapa faktor penyebab terjadinya pelecehan seksual terhadap anak. Pertama, faktor moralitas dan rendahnya internalisasi ajaran agama serta longgarnya pengawasan di level keluarga dan masyarakat. Kedua, faktor permisifitas dan abainya masyarakat terhadap potensi pelecehan seksual. Ketiga, faktor kegagapan budaya dimana tayangan sadisme, kekerasan, pornografi, dan berbagai jenis tayangan destruktif lainnya ditonton, namun minim proses penyaringan pemahaman. Keempat, faktor perhatian orang tua dan keluarga yang relatif longgar terhadap anaknya dalam memberikan nilai-nilai hidup yang bersifat mencegah kejahatan pelecehan seksual.
Menurut Devi Rahmawati, Sosiolog Univeristas Indonesia (UI), munculnya tindakan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur banyak dipengaruhi oleh budaya asing yang masuk ke tanah air. Sementara itu, pengamat Psikologi Universitas Indonesia (UI), Fitriani F. Syahrul menegaskan bahwa penyimpangan sosial yang bisa jadi disebabkan oleh depresi yang kemudian menyebabkan rusaknya pola pikir para pelaku pelecehan terhadap anak-anak. Sedangkan kasus perceraian juga menjadi faktor lain penyebab perkosaan di dalam keluarga.
Hasil yang di dapat dari beberapa pernyataan diatas adalah sangat banyak faktor seseorang mengalami tindakan pelecehan seksual terhadap anak-anak. Walaupun di tinjau indikasi dari beberapa pengamatan, akan tetapi penyebab pelecehan seksual yang terjadi di Jakarta International School (JIS) lebih disebabkan oleh masa lalu si pelaku karena pada masa kecilnya si pelaku adalah korban pelecehan seksual juga.
            Kesimpulan yang di dapat adalah bahwa banyak faktor yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan penyimpangan seksual terhadap anak-anak. Hal tersebut terjadi akibat tindakan agresi. Selain tindakan agresi, pergeseran moral, faktor ekonomi, dan faktor budaya asing yang masuk ke Indoesia juga mempengaruhi tindakan kekerasan seksual pada anak. Tetapi dalam kasus pelecehan seksual pada kasus di Taman Kanak-kanak (TK) Jakarta International School (JIS) ini pelaku melakukannya karena pada masa lalunya ia juga sebagai korban pelecehan seksual.



Baron, Robert A. & Byrne, Don. Social Psychology (Allyn & Bacon, New Jersey, 2000)

Senin, 19 Mei 2014

Review Film Psikologi berdasarkan Teori Karen Horney



Judul         : The Art Of Getting By
Release      : 28 Juli 2011
Genre        : Drama – Romansa
Durasi       : 83 menit
Pemain      : Freddie Highmore dan Emma Roberts


I.                   Pendahuluan

Karen Horney

Pada mulanya Horney merupakan pengikut Freud, yang kemudian terpengaruh oleh Carl Gustav Jung dan Alfred Adler. Akhirnya dia mengembangkan pendekatan kepribadian yang holistik. Manusia berada dalam satu totalitas pengalaman dan fungsinya, dan bagian-bagian kepribadian seperti fisikokimia, emosi, kognisi, sosial, kultural, spiritual, hanya dapat dipelajari dalam hubungannya satu dengan yang lain sebagai suatu kepribadian yang utuh. Pakar psikoterapi lain seperti Monroe berpendapat teori dan konsep Horney berbeda secara radikal dengan pikiran Freud dan Freudian, sehingga sukar mencari kesejajaran antara keduanya.
Menurut Horney doktrin Freud yg terpenting adalah :
1.      Semua proses dan event psikis bersipat ditentukan.
2.      Semua tingkah laku mungkin ditentukan oleh motivasi tak sadar.
3.      Motivasi yang mendorong manusia adalah motivasi yang bersipat emosional dan nonrasional.

Kecemasan dan konflik
Kecemasan dasar dan permusuhan dasar
Kecemasan dan permusuhan cenderung direpres atau dikeluarkan dari kesdaran karena menunjukan rasa takut bisa membuka kelemahan diri atau menunjukan rasa marah yang beresiko dihukum dan kehilangan cinta dan keamanan.
Konflik interpersonal: kebebasan vs kesepian
Konflik adalah pertentangan antar kekuatan yang berhadapan dalam fungsi manusia yang tidak dapat dihindari.
Horney mengemukakan 10 kebutuhan neurotic yakni kebutuhan yang timbul sebagai akibat dari usaha pemecahan masalah gangguan antar manusia, yaitu :
a)      Kebutuhan kasih sayang dan penerimaan.
b)      Kebutuhan partner yang bersedia mengambil alih kehidupannya.
c)      Kebutuhan membatasi kehidupnan dalam ranah sempit.
d)      Kekuasaan.
e)      Kebutuhan mengeksploitasi orang lain.
f)       Kebutuhan pengakuan sosial atau prestise.
g)      Kebutuhan menjadi pribadi yang dikagumi.
h)      Kebutuhan ambisi dan prestasi pribadi.
i)        Kebutuhan mencukupi diri sendiri dan independensi.
j)        Kebutuhan kesempurnaan dan ketaktercelaan.

Konflik intrapsikis
Proses intrapsikis itu mengembangkan eksistensi dirinya terpisah dari konflik interpersonal. Ada empat konsp diri,tiga konsep subjektif, satu konsep objektif, yaitu:
1.      Diri rendah: konsep yang salah tentang kemampuan diri ,keberhargaan dan kemenarikan diri yang dievaluasi oleh orang lain yang dipercayainya.
2.      Diri nyata: pandangan subjektif bagaimana diri yang sebenarnya.
3.      Diri ideal: pandangan subjektif mengenai diri yang seharusnya.
4.      Diri aktual: kenyataan objektif diri seseorang,fisik dan mental apa adanya tanpa dipengaruhi persepsi orang lain.
Konflik intrapsikis yang  terpenting adalah antara gambaran diri ideal dengan diri yang dipandang rendah. Membuat gambaran bagus mengenai diri sendiri. Diri rendah adalah kecenderungan yang kuat dan irasional untuk merusak gambaran nyata diri.

Diri ideal
Menciptakan suatu gambaran diri ideal, suatu pandangan yang sangat positif mengenai diri yang hanya muncul dalam pikiran/khayalan. Pengidap neurotik mulai percaya bahwa gambaran ideal itu nyata.
Pencrian keagugan neurotik
Pencarian keagungan neurotik adalah  gambaran orang yang menganggap diri ideal itu nyata. Orang sepeti itu membutuhkan :
§  Kebutuhan kesempurnan: merupakan dorongan untuk menggabungkan keseluruhan kepribadian ke dalam diri ideal.
§  Ambisus neurotik: dorongan menjadi superior yang komfulsif.
§  Dorongan untuk balas dendam: merupakan aspek  neurotik yang berbahaya.

Mengatasi konflik
Gaya hubungan interpersonal.
Ada tiga gaya hubungan interprsonal, yaitu: kecenderungan mendekat (toward), kecenderungan menentang (against), dan kecenderungan menjauh (away). Penyebab timbulnya tingkah laku neurotik menurut horney adalah hubungan interpersonal yang salah, karena itu mengatasi tingkah laku neurotik,konflik kecemasan hanya dapat dilakukan melalui perbaikan hubungan interpersonal yang salah itu.

Hubungan interpersonal yang neurotik dan yang normal
Kecenderungan (gaya hubungan interpersonal)
Neurotik/normal
Mendekat orang lain
Kepribadian mengalah
Diltarbelakangi oleh perasaan tidak berdaya
Menentang orang lain
Kepribadian agresif
Diltarbelakangi perasaan bermusuhan, melawan permusuhan orang lain
menjauhi orang lain
kepribadian terpisah
dilatar belakangi perasaan terpisah
Neurotik/tingkah laku konfulsif
kasih sayang dan penerimaan
partner yang kuat
mempersempit lahan hidup
kekuatan
eksploitasi
prestise
penghargaan pribadi
prestasi pribadi
menckupi diri sendiri
kesempurnaan & ketaktersalahan.
Normal/tingkah laku spontan
Bersahabat, percintaan
Kemampuan bertahan hidup dlm masyarakat yg kompetitif
Otonom
tenang


II.                Analisis Film
Judul         : The Art Of Getting By
Release      : 28 Juli 2011
Genre        : Drama – Romansa
Durasi       : 83 menit
Pemain      : Freddie Highmore dan Emma Roberts

Sinopsis:
George Zinayoy (Freddie Highmore) adalah seorang remaja yang brilliant dibidang seni yang unggul dalam sketsa dan grafis hitam putih. Namun kemampuannya itu tak bisa langsung di terima oleh sekolah seusianya karena ia tidak pernah menghasilkan gambar berwarna. Dia cerdas, tetapi cenderung acuh, tidak suka bersosialisasi (menjalin persahabatan), tidak peduli akan apapun dan cenderung sesuka hatinya. Kedua orang tua George sibuk pada pekerjaannya masing-masing. Walaupun setiap malam kedua orang tua George selalu makan bersama, George selalu menghindar dan menyendiri. George sebenarnya supel, tapi dia memilih untuk menjadi pribadi yang introvert dan sulit untuk dimengerti.
George adalah seorang yang pasrah sekali dengan segala sesuatu dihidupnya (menggunakan takdir). Dia percaya sebuah pernyataan bahwa ‘we live and die alone, and everything else is just illusion’; kita hidup dan mati sendiri dan segala sesuatunya adalah ilusi. Sehingga bisa dikatakan dia mengalami krisis identitas atau jati diri yang samar (kebingungan identitas). Dia sering mempertanyakan eksistensi manusia. Untuk apa kita hidup, tujuan hidup, dan kematian itu sendiri. Oleh karena itu, dia bersifat acuh dan tidak peduli dengan keadaan sekitarnya, dan tidak pernah mengerjakan tugas-tugas sekolahnya. Intinya, dia hanya melakukan hal-hal yang dia sukai saja. Di sekolahnya, Goerge mengenal cinta pertamanya, Sally (Emma Roberts) dan sejak berteman dengan Sally, Goerge mulai berani berinteraksi.

Pembahasan dengan Teori Horney:
            Bardasarkan teori Horney seperti yang telah di jelaskan di atas, George memiliki Basic Hostility, karena orang tua George sibuk bekerja dan George adalah anak semata wayang akhirnya timbul lah Basic Anciety karena ia tidak dapat mengapresiasikan perasaannya. Disinilah George mengalami konflik interpersonal (kebebasan vs kesepian).
            George juga memiliki kecenderungan mengasingkan diri dan menjauhi orang lain. George sangat menghindari bersosialisasi. Hal ini dapat dilihat dari kesehariannya George yang tidak memiliki teman, sering memisahkan diri, memilih untuk menjadi introvert dan sulit dimengerti, menolak untuk melakukan sosialisasi dengan lingkungannya.
            Dalam hal tersebut George memiliki beberapa kebutuhan neurotic. Pada point kebutuhan kasih sayang dan penerimaan, pada point ini George memang kurang kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tuanya. Pada point kebutuhan partner yang bersedia mengambil alih kehidupannya, George tidak memiliki partner yang berarti dalam hidupnya. Karena George tidak memili teman. Pada point membatasi kehidupan dalam ranah sempit, George tidak mampu keluar dari ruang lingkupnya yang sempit, George selalu bertahan di comfort zone-nya dengan pulpen dan kertas. George tidak memiliki kekuasaan dan kemampuan mengeksploitasi orang lain. George juga tidak memiliki pengakuan social dikalangan teman-teman sekolahnya, tidak ingin menjadi pibadi yang dikagumi (tidak menjadi apa-apa), tidak memiliki ambisi dan hanya beranggapan bahwa hidupnya hanyalah takdir dan tidak harus berbuat apa-apa.
            Dalam sifat George, ia memiliki satu dari tiga pertahanan diri (coping) yang sangat dominant yaitu kebutuhan untuk membatasi hidupnya dalam lingkup yang sempit dan menjauhi serta menghindar dari orang lain (away).
            Semenjak George berkenalan dengan teman sekelasnya, Sally, George jatuh cinta pada Sally dan Sally membuat George sedikit demi sedikit berani membuka diri dan bersosialisasi. Pada saat ibunya Sally mengadakan pesta, George turut hadir pada pesta tersebut dan George mulai memiliki dua teman baru dan betapa terkejutnya karena undangan pada pesta tersebut menggunakan gambar hasil desain tangan George dan George mulai memiliki kebutuhan neurotic yang cukup terpenuhi.
George memiliki konflik intrapsikis dengan Sally yang termasuk pada point diri rendah, George memiliki konsep yang salah tentang kemampuan diri, keberhargaan, dan kemanarikan yang di evaluasi oleh Sally. Pada point diri ideal megenai pandangan diri yang sebenarnya juga di evaluasi oleh Sally terhadap George. Dari konflik intrapsikis tersebut, George mampu berubah menjadi diri ideal. George menunjukannya dengan ia harus belajar untuk kelulusannya tahun ini serta pada mata kuliah seni yang sebenarnya sudah menjadi bakatnya pun tetap di asah demi kelulusannya tersebut. George jadi seorang yang rajin mengerjakan soal-soal dari gurunya dan George pun lulus serta menjadi orang yang tidak mengukur dengan takdir.
 
III.             Kesimpulan
George yang pada awalnya mengalami krisis identitas, setelah bertemu dengan Sally, ia baru menemukan jati dirinya dan apa yang harus ia perbuat dan tidak lagi mengukur kehidupan dengan takdir. Menurut saya mengenai teori kepribadian ini memang sangat Freudian karena banyak dari factor ketidak sadaran, serta teori ini melengkapi teori dari Freud. Yang saya pelajari dalam teori ini adalah manusia harus mampu melawan ketidaksadaran dan mampu merubah diri yang sebelumnya mengalami krisis neurotic dan merubah dirinya menjadi diri ideal.

IV.             Referensi
Feist, Jess dan Feist, Gregory J. 2010. Psikologi dan pengembangan diri. Salemba Humanika.